Rabu, 01 September 2010

Memajukan Perekonomian Daerah Melalui Industri Kreatif


Berbicara tentang industri kreatif adalah berbicara tentang kreatifitas, ketrampilan dan talenta individual sebagai asset utama dalam industri ini. Input pada Industri kreatif adalah ide dan gagasan. Selama satu dekade terakhir, sejumlah negara mulai mengembangkan kebijakan khusus terhadap industri kreatif. Setelah bergulir di Indonesia sejak lima tahun lalu, pembicaraan mengenai potensi ekonomi kreatif semakin banyak dilakukan baik oleh pemerintah, swasta dan oleh pelakunya sendiri. Pemerintah sendiri mulai menyadari bahwa industri kreatif mampu memberikan kontribusi yang besar pada pendapatan negara serta merupakan wujud dari kekuatan ekonomi mikro yang mampu berdiri tegak pada saat gelombang krisis ekonomi menerjang.

Menurut Departemen Perdagangan RI, industri kreatif bertumpu pada ”value creative creation” dan memiliki hak kekayaan intelektual yang berpotensi untuk membuka lapangan kerja sehingga perkembangannya dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap kemajuan masyarakat dan pendapatan negara. Sedangkan menurut data yang dimiliki Departemen Perdagangan, industri kreatif mampu menyumbang pendapatan melebihi sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih. Tiga subsektor yang memberikan kontribusi paling besar nasional adalah fashion (30%), kerajinan (23%) dan periklanan (18%). Selain itu, sektor ini mampu menyerap 4,5 juta tenaga kerja dengan tingkat pertumbuhan sebesar 17,6% pada tahun 2006 dan makin meningkat setiap tahunnya. Ini jauh melebihi tingkat pertumbuhan tenaga kerja nasional yang hanya sebesar 0,54%. Namun, sektor ini baru memberikan kontribusi ekspor sebesar 7%, padahal di negara-negara lain, seperti Korsel, Inggris dan Singapura, rata-rata di atas 30%.

Menurut pengklasifikasian industri kreatif terdiri dari lima belas jenis industri yaitu (1) Jasa Periklanan, (2) Arsitektur, (3) Kerajinan, (4) Seni rupa, (5) Desain (6) Mode/Fesyen, (7) Musik, (8) Film, (9) Seni Pertunjukan, (10) Penerbitan, (11) Riset dan Pengembangan, (12) Piranti lunak / software, (13) Televisi dan Radio, (14) mainan dan (15) Videogame. Beragamnya jenis industri kreatif ini pada akhirnya memicu menjamurnya berbagai komunitas. Individu yang berinteraksi dalam lingkungan komunitas memerlukan ekosistem yang mendukung terciptanya individu yang aktif dan kreatif. Sedangkan ekosistem kreatif menurut Charles Landry adalah lingkungan yang memenuhi syarat antara lain pertama, toleransi terhadap perbedaan etnis, ras, agama, dan latar belakang hidup. Toleransi ini didukung dengan keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan (talenta) yang unik dan kreatif. Kedua, ruang terbuka yang memiliki fasilitas listrik dan jaringan internet gratis. Ruang publik alternatif ini memiliki manfaat sebagai pemicu perkembangan ekonomi kreatif di perkotaan.

Kota ambon pada awalnya adalah kota yang toleran dengan segala perbedaan, agama, ras, suku dan bangsa. Pada akhirnya kerusuhan yang telah terjadi bukan saja menghancurkan sarana dan ruang alternatif kota namun turut juga menghancurkan kreatifitas penduduknya. Hanya beberapa pelaku industri yang mampu bertahan dan tetap berkarya karena wilayah tempat tinggal dan berusaha mereka tidak mengalami dampak langsung dari kerusuhan tersebut. Namun saat ini di kota Ambon, mudah bagi kita untuk menemukan para pelaku industri kreatif. Generasi muda yang penuh semangat pembaharuan dapat dengan mudah ditemui dan mereka juga mulai berkreasi dan berinovasi dalam bidang masing-masing. Potensi industri kreatif juga mulai diperhatikan dan mendapatkan pendampingan yang serius dari dinas terkait. Berbegai metode kemitraan dikembangkan dan dikaji agar industri ini bisa berkembang dan maju. Disamping itu, minimnya ruang publik sebagai sarana pemicu ekonomi kreatif tetap harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Ruang publik sangat berguna sebagai sarana berkumpul anggota komunitas. Banyak daerah yang memiliki komunitas yang berprestasi karena didukung oleh ruang publik sebagai sarana mengapresiasi bakat mereka. Disamping itu, ruang publik seharusnya tidak dikenakan bayaran atau tiket masuk karena hal ini akan mengurangi keinginan masyarakat untuk berkumpul dan berkreasi.

Kendala yang dihadapi SDM kreatif Indonesia menurut Departement Perdagangan Republik Indonesia (2009), saat ini terbagi dalam tiga bagian besar:
1. SDM kreatif berbasis artistik belum memahami konteks kreativitas di era industri kreatif secara menyeluruh. Sehingga masyarakat beranggapan bahwa dunia artistik adalah dunia yang eksklusif dan tidak merakyat.
2. SDM kreatif berbasis non-artistik (sains dan tekhnologi) terlalu mikrosposis dalam melihat keprofesiannya sehingga kadang terlalu mekanistis dalam berpikir sehingga kurang inovatif. Dalam bekerja, orang-orang ini lebih termotivasi bekerja pada perusahaan-perusahaan besar yang membuat mereka tenggelam di dalam rutinitas sehari-hari dan memiliki keterbatasan dalam mengekpresikan kreativitas yang ada di diri mereka.
3. SDM kreatif baik yang berbasis artistik maupun yang non artistik kekurangan sarana untuk bereksperimen dan berekspresi sehingga hasil karya mereka masih kurang kreatif dan kurang inovatif. Akibatnya industri lokal dan internasional belum melihat kepentingan yang besar untuk mengadopsi ide-ide baru dari mereka.

Namun terlepas dari semua kesulitan yang menghadang, potensi yang ada di kota Ambon untuk menunjang pengembangan industri kreatif terutama industri kerajinan, seni rupa, musik dan riset dan pengembangan sangatlah besar: beberapa diantaranya adalah : ketersediaan bahan baku yang melimpah ruah untuk industri kerajinan tangan, dikenal sebagai kota yang memiliki banyak seni budaya, terdapat ribuan pulau dan masing-masing pulau memiliki tarian, nyanyian serta bahasa yang berbeda, mamiliki generasi muda yang penuh semangat dan memiliki keinginan kuat untuk memajukan daerahnya, memiliki sumberdaya pendukung bagi pengembangan industri kreatif, serta menjadi daerah tujuan wisata. Terdapat empat ratus biota laut yang hanya bisa ditemui di laut Maluku.

Semua kendala itu bukanlah menjadi hal yang mendasar jika masyarakat Ambon sendiri memiliki pola pikir kreatif seperti yang diungkapkan oleh Daniel. L. Pink yaitu : Not just function, but also DESIGN, Not just argument, but also STORY, Not just focus, but also SYMPHONY, Not just logic, but also EMPHATY, Not just seriousness, but also PLAY, Not just accumulation, but also MEANING. Jadi mulai saat ini, mulailah berpikir kreatif dan inovatif jika tidak ingin tertinggal.

Sail Banda Sebagai Momentum Penerapan City Branding Maluku


Kita tentu pernah mendengar Malaysia Truly Asia dari Malaysia, New Esia dari Singapura, Jogja Never Ending Asia dari Jogja, Enjoy Jakarta dari Jakarta, Shanti, Shanti, Shanti dari Bali yang sangat identik dengan citra kedamaian dari pulau dewata dan Bandung Creative City yang berhasil membawa semangat Bandung sebagai kota paling kreatif di Indonesia hingga tataran internasional. Bandung terpilih sebagai proyek percontohan se-Asia pasifik yang pencanangannya dilakukan di Tokyo Jepang. Proyek Bandung Creative City (BCC) ini berlangsung selama tiga tahun atas dukungan dari pemerintah pusat dan lembaga dunia. Saat ini seluruh elemen masyarakat, akademisi, swasta dan pemerintah daerah yang tergabung dalam Forum Pemasaran Kota Bandung berupaya keras memasarkan kota Bandung dengan menonjolkan kearifan dan potensi lokal.

Apa yang dilakukan oleh negara atau kota tersebut merupakan salah satu strategi untuk memiliki positioning yang kuat dan dapat dikenal luas. Banyak negara yang sejak dulu menerapkan city branding bagi negaranya. Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga, dari dulu rajin memborbardir kita dengan iklannya di hampir semua televisi swasta yang kita tonton. Beberapa tahun terakhir, banyak kota-kota di Indonesia mulai sadar akan pentingnya “city branding”. Penerapan ini memiliki tujuan agar kota atau daerahnya dikenal lewat potensi dan kearifan lokal lewat penciptaan positioning yang berbeda dari kota atau daerah lain hingga pada akhirnya menghasilkan ekuitas merek daerah yang kuat pada penduduk, pengunjung dan masyarakat umum. Indonesia sendiri menjadikan visit Indonesia sebagai tagline ketika tahun kunjungan wisata dicanangkan tahun 2008. Program ini pada akhirnya dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung sehingga pemerintah memutuskan untuk melanjutkan terus mempromosikan Indonesia lewat tagline visit Indonesia.

City branding adalah identitas, simbol, logo atau merek yang melekat pada suatu daerah. Hal ini dilakukan dengan lebih dulu memetakan kekuatan dan potensi yang ada pada daerah tersebut. Pemetaan dapat dilakukan dengan survei pendapat pada masyarakat daerah tersebut dan orang luar yang memiliki keterkaitan dengan daerah tersebut sehingga akan mendapatkan atribut-atribut kunci yang menonjol dari kota tersebut. Selain itu, melakukan analisis daya saing baik di level makro maupun mikro daerah itu sendiri serta mengembangkan logo dan slogan yang menjadi merek daerah tersebut. Merek atau brand sebuah daerah adalah merupakan janji daerah kepada publik.

Layaknya sebuah perusahaan, Pemerintah daerah diibaratkan CEO, oleh sebab itu sebagai pengelola merek hendaknya memperhatikan hal-hal yang bisa menjadikan merek tersebut dikenal, bertahan dan melegenda. Banyak hal positif yang bisa didapatkan dengan penerapan city branding yang tepat. Untuk Maluku, keuntungan yang bisa didapat diantaranya adalah:
1. Maluku dapat dikenal luas dan memiliki persepsi yang baik
2. Maluku dianggap sebagai tujuan-tujuan khusus. (Banda Neira sebagai lokasi penyelaman yang merupakan salah satu taman laut terbaik di dunia, selain itu memiliki 400 biota laut yang tidak ada dibelahan dunia manapun).
3. Maluku tepat sebagai tempat investasi.
4. Maluku juga tidak lagi identik dengan kerusuhan yang membuat citra Maluku terpuruk.

Perhelatan Sail Banda yang menjadi event akbar di Indonesia terutama di Maluku telah usai digelar. Dengan mengangkat tema “small islands for our future”, kegiatan ini memikul banyak harapan dari masyarakat Maluku, diantaranya memberi manfaat untuk membangun kejayaan bahari Indonesia khususnya Maluku serta melahirkan citra baru yang positif bagi Maluku.

Daerah yang memiliki julukan seribu pulau ini memiliki banyak hal untuk ditawarkan dan layak untuk mendapatkan perhatian. Berdasarkan jajak pendapat pada website provinsi Maluku, dapat dilihat bahwa sebanyak 62,49% (pada tanggal 31 Agustus 2010) melihat Maluku sebagai daerah kelautan. Pendapat ini sangat benar, sebagai daerah yang memiliki ribuan pulau dan pantai yang terbentang luas, siapapun akan jatuh hati dan tak akan melupakannya. Menyulap pantai-pantai di Maluku agar memiliki pengunjung sebanyak pantai Kuta di Bali merupakan tugas yang tidak mudah. Perlu bertahun-tahun kerja keras dari pemerintah daerah dan rakyatnya, langkah yang terencana dan penerapan strategi yang berbeda dalam memasarkan Maluku dibandingkan pesaing atau daerah lain.

Walaupun “Sail Banda 2010” adalah proyek bersama pemerintah pusat dan daerah, tetapi keuntungan yang paling besar akan didapatkan oleh Maluku sebagai penyelenggara. Maluku telah menjadi pusat perhatian dunia dan efek word of mouth dari kesuksesan event ini dapat dimanfaatkan pemerintah daerah untuk menggali dan meningkatkan potensi yang ada sebagai keuntungan bagi pembangunan daerah. Dengan citra baru serta kerja keras seluruh elemen masyarakat, maka Maluku dapat bangkit dan bersaing dengan daerah-daerah lainnya

Pemerintah daerah harus lebih proaktif dalam memasarkan daerahnya karena cara memasarkan daerah tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan exhibition, tourism exhibition atau investment exhibition yang telah dijadwalkan secara regular di beberapa kota atau negara-negara lain setiap saat. Jika suatu daerah dapat mengelola serta memanfaatkan keunikan dan perbedaan serta kearifan lokal yang dimiliki secara baik dengan penerapan strategi yang tepat maka daerah tersebut akan memiliki ekuitas merek yang tinggi di mata penduduk lokal dan masyarakat luas.

Memasarkan Maluku bukan bertujuan untuk mendatangkan sebanyak-banyaknya wisatawan, namun memasarkan Maluku adalah soal menjadikan Maluku berbeda dan unik. Maluku yang unik menjadikan Maluku dikenal dan Maluku yang berbeda menjadikan Maluku tak mudah dilupakan. oleh sebab itu, janganlah Maluku hanya dikenal dan menjadi sorotan ketika sail Banda berlangsung dan tidak lagi diperhatikan setelah itu hanya karena pemerintah daerah tidak menggunakan strategi yang tepat dalam mempromosikan kehebatan Maluku.

Kamis, 11 Februari 2010

Private Label Sebagai Strategi Bersaing Peritel

Penelitian tentang private label telah menjadi daya tarik yang substansial terhadap para peneliti dibidang pemasaran selama hampir tiga dekade dan merupakan salah satu strategi pemasaran penting yang dikembangkan oleh pengecer selama tiga puluh tahun terakhir.
Sejarah private label mengalami banyak perubahan. Pertama kali hadir pada toko bahan makanan di United State dan dijual pada toko-toko Great Atlantic dan Pacific Tea Company (dikenal kemudian sebagai A&P) yang didirikan pada tahun 1863. Selama satu setengah abad sejumlah produk dengan konsep private label sukses diperkenalkan. Selama resesi ekonomi tahun 1970-an, kehadiran private label dengan harga yang lebih murah, kualitas dasar dan kemasan yang minimal dapat menarik perhatian konsumen.
Banyak definisi untuk mengistilahkan private label, termasuk diantaranya own brand, store brands, house brand, dan retailer brands. Konsep ini sudah lama dikenal di negara-negara Eropa dan sejak tahun 1990 dibanyak negara maju, private label kadang menjadi premium brands yang sejajar bahkan lebih unggul secara kualitas dibandingkan merek milik produsen).
Banyak peritel besar yang menyadari bahwa kelangsungan keunggulan kompetitif dapat mereka capai melalui pengembangan private label brands atau barang yang diberi merek oleh peritel. Produk dengan merek milik peritel dikenal sebagai private label atau home brand atau store brand. Menurut Keller, private label adalah barang yang dipasarkan oleh peritel dan anggotanya dari rantai distribusi yang ada. Secara umum, private label dapat didefinisikan sebagai serangkaian produk yang dikemas khusus dalam kemasan yang memiliki identitas tempat yang menjualnya dan hanya bisa di peroleh di tempat itu. Itulah sebabnya saat ini dalam industri ritel di seluruh dunia, peritel tidak hanya menjual produk milik produsen tetapi juga terdapat produk dengan merek milik peritel sendiri. Kebalikan dengan private label, merek produsen menurut Levy&Weitz adalah produk yang didesain, diproduksi dan dipasarkan oleh produsen dengan memakai merek sendiri biasanya dikenal sebagai merek produsen (manufactures brands) atau dapat juga disebut national brands.Dalam hal ini produsen bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pemasaran produk tersebut.

Pembagian Jenis Ritel

Penjualan secara ritel adalah aktivitas bisnis yang menambah nilai bagi produk dan jasa yang dijual secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi atau keluarga. Kotler juga menyatakan bahwa usaha eceran (retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi atau bukan bisnis.

Kotler mendefinisikan peritel atau pengecer sebagai usaha bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari penjualan eceran. Ritel yang fokus pada penjualan barang sehari-hari secara garis besar terbagi dua, yaitu ritel tradisional dan ritel modern. Pengertian ritel tradisional adalah ritel yang sederhana, tempatnya tidak begitu luas, barang yang dijual tidak begitu banyak jenisnya, sistem manajemen masih sederhana, tidak menawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar menawar harga dengan penjual. Sedangkan ritel modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat yang luas, barang yang dijual banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik menawarkan kenyamanan berbelanja, harga sudah tetap (fixed) dan adanya sistem swalayan.
Dapat disimpulkan bahwa letak perbedaan ritel tradisional dan modern adalah dalam luas luas toko, lini produk, bentuk kepemilikan, penggunaan fasilitas dan juga sistem manajemen yang berlaku.

WISATA VIRTUAL KOTA AMBON Semalam saya ikut wisata virtual Kota Ambon yang diadakan salah satu komunitas wisata di Jakarta via Zoom. Bia...